kisah Lain...
02.00 | Author: Alunan Vektor Allah
kini warna-warna yang tadi bias, tercanang jelas di depan mataku...
dalam kisah kedua ini,,,


Di sini aku sama sekali tak ikut andil namun aku merasa sedikit dirugikan. Alasannya tidak masuk akal –hanya karena aku penggemar Cak Nun—namun tetap saja aku merasa dirugikan.
Mereka berdua takkan pernah menyangka kalau bakal bertemu hanya karena sebuah buku yang tak menarik bagiku namum pernah kubaca.
Yang perempuan sepupuku—orang bilang dia saudara yang paling mirip denganku. Usianya tujuh tahun di atasku. Ya, dia dua puluh tiga. Dia masih kuliah S1nya di daerahku. Lembaganya yang menerbitkan buku itu.
Buku itu miliknya. Singkatnya, dipinjam temannya.
Di sini Tuhan membuat garis-garis khayal yang misterius dengan memutar-mutar jalurnya. Ya, buku yang dipinjam teman tadi akhirnya sampai pada temannya teman. Biar saja ini membingungkan, dari pada aku tak menceritakan yang apa adanya.
Temannya teman yang kumaksud itu adalah lelaki yang dulunya gondrong putra seorang Bu Nyai penceramah terkenal di daerahku. Alirannya yang dianutnya tak jela. Terlalu scientific kalau berbicara dan agak menggebu-gebu. Perangainya keras dan dengan kata-katanya dia mampu mempertahankan dirinya dalam berperang dengan lawan bicaranya. Di depannya, orang jarang bisa menyela, walau terkadang di belakang mereka agak tak setuju dengannya. Pandai sekali bicara. Ya, watak dan tabiat itulah yang dimilikinya dan menjadi pesona tersendiri bagi sepupuku itu.
Aneh, sepupuku itu kalem—kalau masalah sifat kami sama sekali tak mirip—lembut, penyabar, dan murah senyum. Bagaimana mungkin bisa kepincut lelaki macam itu. ngalor-ngidul terombang-ambing tak jelas. Persis sekali dengan Cak Nun.
Dan yang paling mengejutkan bagiku, inilah yang menurutku merugikanku. Dia ternyata dekat dengan Cak Nun dan Noe, putranya. Tahu sendiri aku memiliki prinsip yang kupegang sekarang ini terinspirasi dari Noe yang juga memiliki prinsip yang sama. Ah, tahu begitu aku tak usah sulit-sulit mencari informasi tentang mereka berdua kalau tahu temannya akan menjadi sepupuku.
Ya, ceritanya sepupuku mencari bukunya yang siudah sampai di tangan orang itu. entah bagaimana setelah bertemu, sang peminjam buku tadi langsung menemui ayah sepupuku, yang tak lain adalah Pak Dheku itu.
Ah, dalam waktu dekat mereka akan mengarungi sesuatu yang menurutku sangta menakutkan. Memautkan hidup bersama sampai akhir hayat. Aku heran mengapa orang-orang mau melakukan itu. yang aku maksud di sini bukan lah artis yang membudayakan kawin cerai sebagai sesuatu yang membanggakan. Mungkin alasannya karena manusia itu lebih senang idsayangi dari pada dihormati. Lebih memilih disayang daripada dikagumi dari jauh. Dan manusia, butuh kasih sayang dari makhluk yang memang sudah dipersiapkan untuknya, yakni lawan jenis. Namun pilihan untuk hidup bersama seumur hidup, sulit dibayangkan. Memang ada kata setia, namun maknanya, mereka hanya hidup berdua saja, dan mengasuh anak yang juga berasal dari mereka, tidakkah itu aneh? Meski itu sidahn merajalela dan membuat manusia tetap lestari hingga kini. Ah!!

Read More…
|
This entry was posted on 02.00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: